“eh, kok lo tega sih ninggalin anak lo?”
“emang pas lg kerja gak persah kepikiran Anak?”
“alhamdulillah ya gaji suami gw cukup jadi gw gak perlu ikutan kerja”
Buat ibu-ibu bekerja yang pernah diberondong pertanyaan kayak di atas mana suaranyaaa?
Atau ibu-ibu rumah tangga juga sering diberondong pertanyaan di bawah ini:
“ih, di rumah terus emang gak bosen?”
“ibu fulan gak kerja tapi belanja mulu kerjaannya ngabisin duit suami doang”
“udah kuliah tinggi-tinggi terus cuma jadi ibu rumah tangga?”
Kadang-kadang gemesss ya jawabnya.. Jadi inget duluuu banget waktu saya masih muda belia saya punya angan-angan untuk bisa jadi Ibu rumah tangga yang selalu siap siaga memastikan semua kebutuhan anggota keluarga saya terpenuhi. Pagi-pagi sudah bangun menyiapkan sarapan dan keperluan suami bekerja dan anak-anaknya sekolah, siang hari menyambut anak-anaknya pulang sekolah, membantu anak mengerjakan PR, menghabiskan waktu sepanjang hari bersama anak-anak, malam hari menyambut suami pulang kerja dengan senyuman dan mengakhiri hari dengan bercengkrama bersama keluarga. Sosok Ibu ideal yang saya lihat melekat pada diri Ibu saya. Bahkan sampai saat inipun saya masih sering terkagum-kagum dengan ibu-ibu rumah tangga yang bisa sangat produktif.
Terus kenapa akhirnya saya memutuskan untuk tetap kerja?
Begini yaaa menurut Tim matrikulasi IIP setiap Ibu-ibu itu fitrahnya ya jadi ibu bekerja, ada yang bekerja di ranah domestik ada yang bekerja di ranah publik… yang penting semuanya harus dilakukan secara profesional. Gimana caranya jadi ibu bekerja di ranah publik yang profesional? yang pertama dan paling utama harus memastikan dulu bahwa manajemen keluarga kita berjalan dengan baik.. ingat ya, management keluarga bukan berarti semua pekerjaan rumah harus dilakukan sendiri..
Pertama , untuk memastikan manajemen keluarga kita berjalan dengan baik kita harus memutuskan tiga aktivists rutin yang harus menjadi prioritas untuk dilakukan setiap hari. Prioritas utama saya adalah Ibadan (solat, tilawah, sedekah), Main-main sama anak dan suami, dan belajar tentang pengembangan karir saya dan parenting. Kedua, saya juga harus bisa menentukan tiga aktivists yang paling tidak penting dan perlu dikurangi intensitasnya seperti update sosmed, window shopping di ols, dan bercanda di WhatsApp grup (keliatan deh kalo gak siap menghadapi gempuran teknologi :D).. Setelah mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kita baru deh kita bisa membuat jadwal harian. Jadwal harian saya gak bisa di post disons karena jadwal saya berbeda-beda setiap harinya mengikuti jadwal kuliah, kerja, jadwal suami, dan mood anak saya, hehe..
Satu hal lagi, seorang manager yang baik adalah yang dapat memanfaatkan potensi seluruh anggota timnya. Beruntungnya saya diberi suami yang memiliki paradigma yang sama sehingga saya dapat melakukan semua aktifitas baik itu di ranah domestik atau di ranah publik dengan nyaman dan tanpa beban.
No comments:
Post a Comment